SUARABBC, Dompu – MR, pekerjaan URT, tersangka kasus narkotika jenis sabu-sabu yang ditangkap oleh aparat Dit Narkoba Polda NTB beberapa bulan yang lalu, nasib nya kini tinggal menunggu jadwal sidang. Persidangan dilakukan di PN Dompu.
Berkas perkara, dengan tersangka dan barang bukti nya sudah dilimpahkan (tahap II) oleh penyidik Polda NTB ke Kejaksaan Tinggi NTB.
Selanjutnya Kejati NTB menyerahkannya ke Kejaksaan Negeri Dompu untuk dilimpahkan ke PN Dompu seraya menanti jadwal persidangan. Penyerahan tersangka ke Kejaksaan Dompu dilakukan Senin, 2 September 2019, sekitar pukul 2 siang. Setelah sampai di Kejaksaan, tersangka langsung dimintai keterangan oleh penuntut umum.
Jaksa peneliti Kejati NTB Fedi Hantio Nugroho menjelaskan, kegiatan penyerahan tersangka, barang bukti sabu-sabu seberat 24,09 gram dan berkas perkara yang ditangani Polda NTB dilakukan karena penuntutannya di wilayah Pengadilan Negeri Dompu, mengingat locus (tempat kejadian perkara) adanya di Dompu.
MR warga Kecamatan Kempo itu disangka telah menjadi perantara, kemudian menguasai, dan menyalahgunakan sabu-sabu. Tersangka dijerat pasal 112 ayat (2), pasal 114 ayat (2), dan pasal 127 ayat (1), undang-undang narkotika.
Menurut Fedi, jika dilihat dari kasusnya, posisi tersangka ternyata bukan pemain baru. Sebelumnya pernah terlibat berdasarkan pengakuan tersangka. “Ia pernah menerima pengiriman dari orang yang dikenalnya melalui telepon, dimana waktu itu sudah ada komunikasi, dan komunikasi tersebut nyambung, akhirnya barang minta dikirimin. Transaksi sabu sabu yang pertama berhasil, kemudian yang selanjutnya digagalkan karena berhasil di tresing oleh Kepolisian,” ujar Fedi.

Dalam keterangannya, Jaksa Fedi belum bisa memastikan tersangka termasuk dalam jaringan peredaran Sabu sabu di Dompu, karena isi berkas, tersangka mengakui bahwa itu barang nya sendiri dan akan digunakan sendiri.
Katanya, masuk dan tidaknya MR kedalam jaringan peredaran bukan menjadi soal, yang terpenting kasus tersebut bagaimana memprosesnya dengan segera, sekaligus dapat memutus rantai peredaran dengan segera. “Setidaknya, dengan diputusnya rantai peredaran, kebawahnya pasti akan terputus juga, artinya peredaran ini sedikit banyak pasti akan berpengaruh,” ujar dia.
Fedi mengulang, soal tersangka masuk dalam jaringan di Dompu atau tidak, mungkin nanti di fakta persidangan bisa digali lagi karena kemarin pihaknya meminta kepada penyidik dalam proses pra penuntutan digali lebih dalam, namun tidak bisa digali lagi oleh penyidik.
Pengakuan tersangka terkait barang haram dimaksud untuk di konsumisi sendiri. Namun anehnya, kalau dilihat secara gamblang saja kata dia, barang 24,09 gram kalau untuk konsumsi pribadi tidak masuk akal. “Penuh tanda tanya besar soal itu,”.
Pihaknya khawatir kalau nanti terlalu lama dalam berproses dan tidak segera diselesaikan, maka tidak segara ada kepastian hukum. “Jadi setidaknya ada kepastian hukum terhadap yang bersangkutan bagaimana statusnya. Seandainya dalam persidangan terungkap ada peran yang lain, bisa ditindak lanjut,”.
Diungkapkan, barang tersangka asalnya dari Kalimantan Barat, hal itu terihat dari paket pengiriman menggunakan ekspedisi JNE. “Kalau kita melihat, kan disitu pengiriman melalui JNE, disitu dari Kalimantan Barat. Kalau melihat dari modus modus sebelumnya, saya menanganinya juga di Sumbawa, itu barangnya dari Kalbar,” terang Fedi.

Artinya dari sini jajarannya melihat peta pengiriman itu ternyata juga Kalbar sebagai salah satu daerah pengirim, karena beberapa kali ditangani kasus sebelumnya, kiriman barang berasal dari Kalbar.
Bisa jadi juga Kalbar adalah daerah transitnya saja, karena setiap daerah kan seperti kita tahu ada titik titik daerah yang memiliki peran untuk peredaran narkotika. Kalau kita melihat di Kalbar ini tidak begitu jauh juga dari daerah perbatasan juga, jadi bisa saja itu barang dari sana.
Menurut Jaksa, ancaman maksimal tersangka sampai hukuman mati sesuai pasal 114 ayat 2. Pengenaan pasal berdasarkan tabel skoring barang bukti dan denda.
Dalam penerapan pasal, ada hal yang meringankan dan memberatkan tersangka, didalamnya juga diperhitungkan barang buktinya, apakah memungkinkan untuk hukuman maksimal.
Supardin Sidik, S.H., M.H., yang mendampingi tersangaka di Kejaksaan mengatakan untuk sementara dirinya mendampingi tersangka untuk tahap II di Kejaksaan, sedangkan pendampingan di PN tergantung ibu Marliyah. “Kalau beliau memberikan kesempatan untuk penandatanganan surat kuasa khusus pendampingan di PN, maka kami advokat tidak boleh menolak. Penunjukan oleh Kejaksaan.
Dalam pengambilan keterangan oleh Jaksa Mila, tersangka mengaku sebagai istri Polisi, yang saat ini sedang berdinas di salah satu sektor di Dompu. “Apa pekerjaan suaminya?, Polisi. tugas dimana?, di Polsek,” jawab MR dari pertanyaan yang diajukan Jaksa perempuan tersebut. (my).
Ikuti berita Editor News di Google News, klik di sini.