SUARABBC.CON, Dompu – Pada dasarnya, penerapan Sistem AKIP bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab dan bebas dari praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Artinya, SAKIP merupakan salah satu instrument dalam mewujudkan konsep good governance. Meskipun aparat pemerintah telah cukup memahami perubahan yang dikehendaki dari sistem ini, namun yang menjadi persoalan besar adalah adanya kesenjangan antara pemahaman tersebut dengan kemauan untuk berubah. Isu good governance di kalangan pemerintah sudah mengemuka, akan tetapi dalam praktiknya masih menghadapi banyak resistensi dan kendala di beberapa instansi pemerintah.
Keberadaan SAKIP sebagai sistem manajemen kinerja instansi pemerintah di Indonesia sebenarnya merupakan bentuk amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang didalamnya memberikan amanat untuk mengintegrasikan informasi keuangan dan kinerja dalam sebuah sistem. Sistem ini dibutuhkan dalam rangka mendorong terciptanya anggaran berbasis kinerja yang diyakini sebagai paradigma pengelolaan keuangan paling efektif untuk mendorong terciptanya pemerintahan yang berkinerja tinggi. SAKIP mencoba mengintegrasikan berbagai sistem dalam manajemen pemerintahan di Indonesia. Berbagai sistem tersebut antara lain sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem pengukuran, sistem pelaporan, dan sistem evaluasi yang kelimanya diatur dengan berbagai peraturan perundangan dan oleh berbagai instansi yang berbeda.
Evaluasi implementasi SAKIP di seluruh kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota telah dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) sejak tahun 2014. Evaluasi akuntabilitas kinerja bertujuan memetakan (assess) dan membina (assist) instansi pemerintah dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Melalui hasil evaluasi tersebut, Kementerian PAN-RB membagi instansi pemerintah menjadi tujuh kategori berdasarkan tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Ketujuh kategori tersebut, yaitu (1) Sangat memuaskan atau AA dengan range nilai 90 – 100; (2) Memuaskan atau A dengam range nilai 80 -90; (3) Sangat baik atau BB dengan range nilai 70 – 80; (4) Baik atau B dengan range nilai 60 – 70; (5) Cukup atau CC dengan range nilai 50 – 60; (6) Kurang atau C dengan range nilai 30 – 50; dan (7) Sangat kurang atau D dengan range nilai 0 – 30.
Hasil evaluasi SAKIP tahun 2017 terhadap instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah menunjukkan adanya peningkatan rata-rata nilai akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang mendapatkan kategori diatas B. Di level Kementerian/Lembaga misalnya, persentasi jumlah K/L yang memiliki nilai diatas B tahun 2017 sebesar 67,5%, lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 65,9%. Sedangkan di level pemerintah daerah, persentasi jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki nilai diatas B tahun 2016 – 2017 berturut-turut, yaitu 48,9% dan 51,72% (Kementerian PAN-RB, 2017).
Di tahun 2017, peningkatan nilai SAKIP instansi pemerintah tersebut juga sejalan dengan berkurangnya potensi inefisiensi APBN/APBD sebesar 41,15 Triliun Rupiah. Hal tersebut dikarenakan SAKIP menjadi salah satu pengungkit terciptanya manajemen kinerja instansi pemerintah, yang didalamnya mencakup (1) perumusan sasaran pembangunan lebih berorientasi hasil dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat; (2) Refocusing program/kegiatan sesuai dengan sasaran pembangunan; dan (3) upaya cross cutting program dan kegiatan sehingga terwujud sinergitas (kolaborasi) antar-instansi. (*).
Sumber : Bagian Ortala Setda Dompu, dari (https://rbkunwas.menpan.go.id/artikel/artikel-rbkunwas/426-akuntabilitas-menuju-indonesia-berkinerja).
Ikuti berita Editor News di Google News, klik di sini.