Oleh : Kmas Ardani Amalsyah*
Pemerintah Dompu perlu meletakan pondasi utama pembangunan daerah secara tepat dalam upaya percepatan pembangunan daerah untuk semua aspek pembangunan.
Penempatan pondasi utama yang tepat akan membantu pemerintah daerah dalam proses identifikasi posisi diri (awal), evaluasi pengembangan diri, hingga rencana pengembangan diri kedepannya yang diwujudkan dalam sebuah aksi nyata pembangunan daerah.
Pemerintah daerah sudah saatnya berpikir secara sistematis arah kebijakan pembangunan yang lebih baik, dimana indikatornya adalah daerah tidak lagi berorientasi pada suksesnya merealisasikan program pembangunan sebagai keberhasilan, namun juga berpikir tentang keberlangsungan apa yang telah direalisasikan (pasca pembangunan itu terlaksana).
Sumber daya manusia berkualitas (kualitas masyarakat) adalah pondasi awal (utama) mutlak yang perlu dibangun sebagai subjek dan objek pembangunan disemua bidang, dan untuk merealisasikan pembangunan SDM yang baik itu dimulai dari pendidikan dasar, menengah, atas hingga pendidikan tinggi bagi putra-putri daerah.
Bila itu dijadikan pondasi maka akan terjadi lompatan yang sangat jauh dalam proses pembangunan daearah kedepannya dan goal utama pemerintah dalam mewujudkan masyarakat mandiri menjadi lebih clear karena pendidikan merupakan jantung dari proses pembangunan.
Dengan pemerintahan yang baru pasca terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati baru yang telah bekerja kurang lebih 100 hari saat ini kembali menjadi oase bagi masyarakat di bumi dengan selogan “Nggahi Rawi Pahu”.
Target 100 hari bukan indikator mutlak untuk memvonis gagal atau tidaknya pemerintah, namun dalam 100 hari itulah bisa dilihat dan dinilai dasar-dasar apa untuk pembangunan kedepan.
Kemarin tanggal 6 Juni 2021 tepat 100 hari pemerintahan AKJ Syah. 100 hari yang lalu pemerintahan baru ini menjanjikan empat program prioritas yaitu kelestarian hutan, air bersih, penerangan jalan, dan reformasi birokrasi.
Masyarakat berharap banyak akan hadirnya program pembangunan yang cerdas, terukur, realistis (sesuai kondisi dan kebutuhan), hingga dengan tujuan yang jelas dan berjangka panjang (visioner).
Seperti diketahui bahwa harapan mulia tersebut bukanlah kali pertama dipanjatkan oleh masyarakat, namun terjadi disetiap ada pemimpin baru yang terpilih mulai dari level Bupati, Gubernur hingga harapan itu ditujukan kepada Presiden.
Mimpi yang sama pada pemimpin yang baru, namun selalu saja sulit untuk dipahami dan tidak bisa direalisasikan dengan optimal oleh para pemimpin-pemimpin baru tersebut. Kasusnya selalu sama yaitu kesadaran pembangunan daerah yang belum menempatkan kualitas manusia sebagai dasar dari sebuah pembangunan. Dan kegagalan harapan itu untuk dapat direalisasikan sepertinya akan terjadi diera Kader Jaelani dan Syahrul Parsan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Dompu periode 2021-2024 (AKJ-SYAH). Merujuk pada Rencana Awal (Ranwal) arah kebijakan Pemda Dompu yang masih belum menunjukan fokus kebijakan pada kualitas manusia.
Pertanyaan pemantik yang menarik untuk dianalisa adalah “Apa benar AKJ-SYAH belum menempatkan pembangunan kualitas manusia sebagai prioritas utama pembangunan dalam jangka pendek, menegah, dan panjang sehingga mereka akan kembali gagal membangun Dompu secara holistik?
Apa ini tetap akan seperti “Pemerintah berhasil memasang AC/pendingin di ruangan ASN nya, namun lupa membuat ASN nya paham bahwa bila ruang yang sudah ber AC maka jendelanya jangan dibuka atau juga jangan merokok didalamnya, karena bila jendelanya dibuka sistem kerja AC tidak lagi berguna, dan atau bila jendelanya ditutup tapi merokok didalamnya AC nya bakal baik-baik saja namun ASN nya dalam masalah kesehatan, sehingga keberhasilan memasang AC diruang ASN menjadi sia-sia karena setelah AC dipasang user/ASN didalamnya tidak paham”.
Contoh lain dimasyarakat ialah dimana pemerintah berhasil menfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan kolam portable untuk budidaya ikan lele, setelah terinstal dan didampingi dalam kurung waktu terbatas, setelah itu ditinggal dengan harapan ada kemandirian namun ternyata usai itu terlaksana masyarakat tidak juga bisa mandiri karena mereka sebenarnya belum cukup berkualitas untuk bisa mandiri.
Akhirnya semua upaya pemerintah menjadi gagal, dan di endingnya pemerintah jumawa berkata bahwa “kami udah optimal (semua sudah dilakukan secara baik) tapi kembali lagi kemasyarakat kita yang belum memiliki budaya kesadaran untuk mandiri, mentalnya selalu ingin bergantung pada pemerintah”.
Padahal pertanyaannya bisa dibalik “Siapa sebenarnya yang belum sadar? atau belum paham tentang bagaimana cara mandiri dan memandirikan, masyarakat atau pemerintahnya? Padahal dalam kasus-kasus tersebut jelas akan meringankan tugas dan kerja pemerintah bila pemerintah fokus tentang bagaimana mencerdaskan dulu masyarakatnya, dimana bila kualitas manusianya sudah baik, mereka akan sangat mengerti bahwa hidup secara mandiri adalah tujuan dan bahkan merekalah yang akan membantu pemerintah dengan karia dan upaya mandirinya disemua sektor.
Kontekstualnya adalah pemda Dompu dipandang perlu memperhatikan lagi tentang fasilitas dan layanan pendidikan dari tingkat dasar sampai tinggi yang ada di Dompu baik yang dimiliki pemerintah maupun swasta.
Perlu ditetapkan sebuah target baru yang lebih baik untuk perbaikan secara jelas sehingga out put pendidikan dan kearah mana masyarakat terdidik akan diarahkan, apakah nanti mereka menjadi entrepreneur, abdi negara, budayawan, politisi, atau agen demonstrasi? tergantung kolaborasi masif pemerintah dan masyarakat.
Keberadaan satuan pendidikan mulai dari PAUD, TK, SD, MI, SMP, MTS, SMA, SMK, MA, Kampus, dan lembaga pendidikan, dari pihak pemerintah maupun swasta perlu diajak berkolaborasi secara jelas, dengan MoU rinci, dukung apa yang bisa didukung yang penting memiliki komitmen dalam mewujudkan target yang disepakati bersama secara bertahap.
Perlibatan pihak-pihak tersebut dioptimalkan, sampaikan bahwa pemerintah ingin semua pihak yang bertanggung jawab mendidik anak dan generasi Dompu memaksimalkan perannya, kami ingin Dompu ramai dan pembangunan manusia, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, gerbang masuknya adalah sekolah dan kampus.
Kampus harus jadi portal (pintu masuk) tamu dari sabang sampai merauke bahkan dari penjuru dunia, apa yang bisa kami (pemerintah) bantu kita berkolaborasi. Sebagian dari kampus, dan sebagian dari kami karena kami tau bila kampus ramai oleh pendatang maka hukum ekonomi akan tumbuh disekitar itu sehingga baik buat percepatan pembangunan daerah.
Dan untuk semua lembaga kursus dan pelatihan mari kita didik lebih baik dan lebih banyak lagi masyarakat sampai ke lapisan akar rumput, semua harus memiliki keahlian, dan kami yakin kahlian itu akan memandirikan masyarakat kita bahkan akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat dilingkungan sekitar bahkan dari daerah lain, ini juga akan memaksimalkan percepatan pembangunan daerah.
Catatan penting yang tidak bisa diabaikan yaitu nasib pendidikan setelah dihantam covid-19.
Ada pengaruh pandemi corona terhadap dunia pendidikan dan hal tersebut sangat dikhawatirkan oleh semua pihak terutama orang tua murid.
Tidak perlu kalap, pemerintah daerah bisa menggenjot dinas terkait untuk berpikir dan memeras otak bagaimana mengambil hal positif dibalik serangan covid-19. Carikan formulasinya, tidak harus menunggu operan kebijakan dari pusat.
Kekhawatiran lainnya mungkin dampak belajar daring dengan teknologi, dimana anak lebih monoton bermain game ketimbang belajar mandiri dari fasilitas yang ada. Disinilah peran besar pemerintah, satu sisi menjawab kekhawatiran dan lain sisi menyambut digitalisasi pendidikan.
Itu adalah beberapa contoh sederhana yang bisa dilakukan, dimana keterlibatan semua pihak akan mengoptimalkan semua upaya pemerintah.
Pemerintah harus mulai berpikir untuk tidak harus terlibat sendiri dalam semua programnya selagi bisa memaksimalkan peran masyarakat yang bisa membantu.
*Direktur YPAD, Pengajar Praktik Guru Penggerak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset Dan Teknologi
Ikuti berita Editor News di Google News, klik di sini.