Dompu (EDITOR News) – Belakangan viral di media sosial facebook berdiri kokoh ‘mumi Fir’aun’ di bundaran cabang DPRD Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat.
Mumi Fir’aun dimaksud yaitu patung selancar yang merupakan icon Kabupaten Dompu adalah daerah tempat para bule bermain surfing (selancar) sedang panas diperbincangkan netizen. Lokasi surfingnya di kawasan pantai Lakey, Kecamatan Hu’u.
Kenapa mata warganet tertuju kesitu, mereka sorot kreasi dipatung tersebut karena dililit menggunakan lampu hias oleh Dinas Lingkungan Hidup, sontak saja memantik perdebatan.
Mereka (warganet, red) memandang dinas seperti tidak mempunyai seni, bahkan diilustrasikan kondisinya seperti ikatan ketupat.

Bernada protes, berawal dari unggahan sebuah akun bernama Azhar Syaputra, dia menulis hiasan patung yang dipertontonkan asal-asalan saja, dia pun kemudian membandingkannya dengan tampilan patung kuda di lapangan Serasuba Kota Bima yang mempesona, indah dipandang.

Facebookers lainnya Miftah Farid lebih keras mengomentari pekerjaan Dinas LH. Di laman fb nya dia mengolok bahwa yang viral bukan patungnya melainkan lampu hias bak pasar malam yang dililit dan diikat seperti ikatan karencu (ketupat) menggunakan tali rafia warna merah.
Ungkapan perhatian Farid diawali dengan paragraf pembuka, “Lagi pada rame membahas Patung Selancar yang menjadi salah satu simbolitas wajah “BUMI NGGAHI RAWI PAHU” karena pesona dan keindahan yang di miliki Lakey Beach, Dompu, Sumbawa Lakey Beach, Dompu, Sumbawa Lakey Beach, Dompu, Sumbawa,”.
Pada saat yang sama, dia meminta penjelasan pejabat terkait apa makna dibalik tali nilon, tali rafia, dan tali karencu.

Tidak selesai sampai disitu, gugatan netizen seperti gayung bersambut. Das Ubaidillah tidak kalah sadis dari dua warga diatas. Dia menyerang kenapa patung diikat pakai lampu, tidak ubahnya mumi Fir’aun yang terlepas perbannya.
Tiga hari terakhir, tulisan-tulisan bernada protes tersebut mendapat umpan balik dari netizen lainnya, ratusan komentar terus melayang.
Tak bisa dipungkiri, media sosial bermpak luas dan besar membangun opini publik. Serangan kritikan tidak terbendung pihak dinas pun seperti terpojok. Mumi Fir’aun kini telanjang, dia sudah terbebas dari belenggu lampu warna warni, informasinya lampu hias sudah dilucuti oleh petugas suruhan dinas.
Sah-sah saja orang memiliki pendapat berbeda, karena kedaulatan dan kebebasan bersuara hak mutlak, kendati itupun terkadang dianggap sebagai oposisi.
Adalah Kmas Ardani Amalsyah, praktisi pendidikan mencoba mengambil sisi lain dari pertentangan yang ada.
Kepada Editor News dia menyeletup bernada pertanyaan, apakah masyarakat Dompu mulai menyembah berhala? Konteks yang dibicarakan oleh pemerhati ini terkait ‘semua berebut’ bicara tentang bagaimana merias patung.
Ujarnya dalam percakapan pribadi Selasa (13/09/22) kalau para petinggi daerah paham arti slogan yang mereka buat sendiri yaitu “Dompu MASHUR”, maka si patung buruk yang katanya adalah orang asing yang berselancar dengan bertelanjang dada ditengah kota itu akan dihancurkan atau minimal dipindah ke pantai, karena tidak sesuai dengan religiusnya kota Dompu seperti yang diucapkan.
Apalagi sambung Kmas, beberapa hari ini malah sampai jadi bahan diskusi tentang bagaimana mengindahkannya “Seperti sifat para pemuja berhala saja,” celotehnya.
Menurut dia, benar saja Islam sudah mengajarkan itu semua (patung dan berhala) namun umatnya arogan.
“Semoga kejadian saling mengolok dan memaki antara mereka terkait patung itu membuat mereka sadar bahwa mereka sudah melalaikan dirinya sendiri,” pesan pahlawan tanpa tanda jasa ini, diikuti pertanyaan “Lalu apa maksud dari Nggahi Rawi Pahu?”.