SUARABBC, Dompu – Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) NTB tahun 2018 sudah selesai. Kabupaten Dompu salah satu daerah yang ikut dalam perhelatan olahraga bergengsi tingkat Provinsi itu, dan berhasil meraih juara ke-3.
Namun, event tersebut masih meninggalkan pertanyaan terkait pembagian bonus bagi atlit maupun pelatih Cabang Olahraga (Cabor). Pembagian bonus dimaksud dianggap bermasalah karena tidak proporsional dan tidak komitmen.
Kepada media ini minggu lalu, ketua Cabor Tarung Derajat (Boxer) Kabupaten Dompu Abdul Khair, S.Pd., menuturkan bonus yang dibagikan oleh Koni Kabupaten Dompu bermasalah, karena tidak sesuai dengan komitmen yang dibangun selama ini dan tak sesuai dengan janji-janji sebagaimana berkoar koarnya ketua Koni Kabupaten Dompu Putra Taufan, dan peruntukan bonus pun tidak sesuai dengan hasil rapat seminggu sebelum pembagian bonus dilakukan. Hal itu cukup mengecewakan sekali pihaknya.
Diceritakan, hasil rapat dua minggu sebelum pembagian bonus antara lain disepakati bahwa atlit nomor individu yang mendapat medali emas dihargai 15 juta rupiah, dan peraih medali perak 10 juta rupiah, sedangkan atlit yang mendapatkan perunggu diberikan bonus 7,5 juta rupiah. Selain atlit, para pelatih juga diberikan bonus dimana hitungan nominal separuh dari bonus atlit dan dihitung per keping medali, apapun jenis medali nya. Kemudian untuk beregu akan dilebihkan, tidak sama besar bonus yang diterima nomor individu. Untuk beregu paling tidak, lebih dari nomor individu, tapi tidak disebutkan berapa pada saat itu, lalu perak dan perunggu tidak juga disebutkan berapa yang didapat pelatih cabor peraih medali, artinya paling tidak dibawah itu.
Lalu seminggu sebelum pembagian bonus, pihak Cabor dipanggil lagi untuk rapat kedua kali. Tidak main-main rapat itu isi undangannya perwakilan Cabor tidak boleh diwakili oleh orang lain, karena penting pimpinan Cabor wajib hadir. Undangan itu pun dihargai dan diapresiasi oleh seluruh ketua-ketua Cabor. Rapat itu isinya antara lain permakluman kepada Cabor-cabor yang ada maupun para pelatih, berhubung oleh Pemerintah Daerah (Pemda) mencairkan dana untuk bonus hanya 1 miliar, tidak sebagaimana yang diajukan oleh Koni sebesar 1,5 miliar. “Dengan direalisasikannya anggaran untuk bonus itu oleh pemerintah, maka kami sangat berterima kasih kepada Pemda yang sudah luar biasa menurut kami memberikan dana sebesar itu,” ujar simpe.
Isi lainnya rapat itu adalah soal besaran bonus bagi para atlit pencetak medali, yang awalnya 15 juta untuk peraih emas, tapi karena anggaran kurang akhirnya diapresiasi menjadi 12 juta. Kemudian untuk perak dan perunggu masing-masing atlit nomor individu mendapatkan 7,5 juta dan 5 juta rupiah. Sedangkan bonus untuk pelatih tetap dihitung per keping medali emas dan nominalnya setengah dari bonus atlit peraih medali.
Bonus dianggap bermasalah
Fakta yang terjadi setelah bonus direalisasikan berkata lain, dan hal itu yang membuat dirinya dan teman-temannya kecewa. Kecewanya bonus yang didapatkan tidak sesuai dengan apa yang sudah dirapatkan. Dirinya mencontohkan, untuk atlit yang mendapatkan emas, perak maupun perunggu untuk nomor beregu nilai bonusnya sama dengan nilai nomor individu, padahal kalau dibagi menurut standarisasinya, itu mestinya tidak boleh kurang dari peraih medali perunggu. Lebih banyak bonus perunggu individu dibandingkan emas beregu. Kalau dibagi-bagi karena tiap beregu ada yang 4 orang atau 3 orang, dan 2 orang minimal, misalnya 4 orang berarti mereka hanya dapatkan masing-masing 3 juta, kan itu tidak manusiawi. Hal itu terjadi disemua Cabor, selama ada nomor beregunya sama semua, bukan hanya Tarung Derajat, karena itu berlaku secara universal, tidak bisa berlaku secara kelompok-kelompok maupun person-person.
Selain itu, yang bermasalah juga di Pelatih. Untuk Pelatih, pihaknya sangat kaget. Waktu itu penerimaan bonus bervariasi, misalnya pelatih Boxer mendapatkan bonus 9 juta rupiah, dan Cabor-cabor lain diapresiasi 7,5 juta. “Kami kaget, itu total bonus yang kami dapatkan dari sekian banyak medali yang dicetak,” ujar simpe.
Dirinya kaget uang 9 juta itu apa. Waktu itu dirinya di daulat untuk mewakili unsur pelatih menerima bonus, dan ia pun maju dari Tarung Derajat. Kata Simpe, “Saya pikir apa ini 9 juta!, saya berpikir Alhamdulillah mungkin naik bonusnya, tinggal dihitung per keping medali dari 9 juta yang diterima. Itu perkiraan saya, saya tidak tahu berapa, karena disitu tidak disebutkan, cuman waktu itu memang saya melihat situasinya agak tidak bagus, tapi saya positif thinking saja. Ternyata 9 juta itu total bonus yang kami terima dari semua medali yang diraih,” ucapnya.
Dalam penuturannya, pertanyaan Simpe cs dan menjadi masalah yakni pembagian bonus tidak beracuan dan tidak memiliki parameter. Kemudian bonus yang dibagikan tidak amanah dengan apa yang dikoar-koarkan ketua Koni dan tidak amanah sebagaimana dalam hasil keputusan rapat, dan itu tidak boleh terjadi.
“Ini sangat disayangkan, karena publik tahu, berarti Koni tidak menghargai jerih payah kami pelatih. Orang-orang tau nya hebat Koni dapat sekian medali dalam Porprov, dan meraih peringkat ke 3. Padahal dibalik itu semua jerih payah kami semua disitu atas pencapaian medali per Cabor itu,” kesal dia.
Rencana somasi
Berdasarkan hitung-hitungan simpe, beberapa teman Cabor yang mendatangi kediamannya menginginkan supaya mereka sama-sama menghadap Koni mempertanyakan masalah itu, tapi belum sempat berhubung kemarin bulan April disibukkan dengan kegiatan Pemerintah yaitu hari jadi Dompu, kemudian Pemilu dan bulan suci Ramadhan.
Diutarakan, pasca Ramadhan ini pihaknya akan mendatangi Koni untuk mengadakan hearing atau dengar pendapat, dimana menurut temuan mereka sekian nominalnya, lalu bagaimana perhitungan Koni?.
Kalau sekiranya oleh pemerintah sudah dicairkan 1 miliar, menurut Simpe Khair teknis pembagiannya ada di Koni, dan terkait hal itu ia sudah berkonsultasi juga dengan Pemda dalam hal ini Ichtiar, selaku Kadis Dikpora tempat dititipkannya anggaran Koni. “Kalau sekiranya banyak mari kita sama-sama bagi, kalaupun sedikit, ya masing-masing sedikit. Penuhi apa yang sudah dijanjikan itu, harus proporsional dan harus beracuan” saran dia. Ujarnya, karena kalau seperti ini tidak menghargai dirinya sebagai unsur pelatih.
“Wajar-wajar saja atlit banyak yang mau hengkang ke daerah lain, banyak yang mau hengkang karena masalah ini (pembagian bonus, red). Kalau sudah janji, janji yang benar, harus komitmen. Ini olahraga, sportivitas harus dijunjung tinggi. Apa yang disampaikan harus ditepati, yang ngomong ini bukan tukang kebun tapi ketua Koni,” pintanya.
Dia meminta, kekesalan dan kerisauan para ketua Cabor harus dijawab segera ketua Koni. Jangan dibangkai dalam frame kebohongan, tidak boleh olah raga seperti itu. Pendustaan-pendustaan tidak boleh, karena mereka harus amanah sesuai UU Keolahragaan.
“Kalau begini terus, lebih kami kembali seperti dulu saja, kembali ke system lama saja, biar kami sendiri yang minta ke pemda, kalau memang sepeti ini,”.
Menurutnya, maksud pemerintah pemberian bonus melalui jalur mekanisme ke Koni supaya teratur, tapi yang terjadi malah tidak bagus. Kalau dimaksimalkan secara optimal apa yang dikasih oleh Pemerintah, dia berpikir bagaikan air mengalir kehidupan cabor-cabor yang ada. “Loh yang memperoleh medali ini bukan Koni tetapi Cabor. Yang mendesain program latihan, yang keluar air keringat darah di Cabor bukan Koni. Koni itu hanya memfasilitasi keuangan kami-kami ini, karena Koni tidak punya pendanaan tanpa ada Cabor, sehingga pendanaan-pendanaan itu milik Cabor yang disediakan pemerintah daerah melalui Koni”, cetus dia lagi.
Atas munculnya polemik pembagian bonus, pihaknya menginginkan hearing dengan Koni. Rapat dengar pendapat dengan Koni harus dilakukan. “Kami akan menyurati Koni, tapi kalau tidak ditanggapi, langkah somasi sudah pasti. Pasti itu kami lakukan,” tutur simpe.
Sebenarnya lanjut dia, langkah somasi bisa dirinya beserta cabor lainnya lakukan kemarin, hanya saja masih berpikir menghargai bulan ramadhan.
Dia kembali mempermasalahkan pemberian bonus untuk pelatih per cabor berbeda-beda. Sehingga membuat dirinya merasa heran, apakah cabor yang salah hitung ataukah Koni yang salah hitung. “Kami bingung sampai sekarang ini, sehingga kami katakan bermasalah. Apa sih acuannya dalam penetapan pemberian bonus terhadap pelatih-pelatih Cabor, sebab yang kami lihat ada yang 9 juta macam kami ini dengan raihan 7 emas, kemudian yang lain itu ada yang 7 juta dengan 3 medali emas,” kata simpe.
Kemudian, ada cabor yang lain bervariasi, dan pihaknya pertanyakan kalau memang include dengan perak dan perunggu, pihaknya juga banyak meraih perak dan perunggu. “Harus jelas acuannya, itu yang tidak diterima cabor-cabor yang lain itu. Itu yang kami persoalkan. Kami mau dengar pendapat seperti itu masalahnya, apa dasar acuannya,” dia berharap.
Dengan adanya persoalan pembagian bonus, kalau Koni sekedar minta maaf untuk diperbaiki tahun depan, itu alasan klasik menurut simpe.
“Enak banget, permasalahannya dana ini sudah ada, kenapa tidak cerdas dalam pembagian secara teknis. Jangan kami disuruh ke Bupati untuk mempersoalkan itu. Pemerintah daerah sudah baik sekali ko mencairkan dana, harus cerdas dong dalam pembagian itu,” ujar dia.
Perkara hitung-hitungan kata simpe adalah soal kecil, masalah gampang, sebenarnya yang menjadi masalah pembagian secara teknis. Pembagian itu hemat simpe harus beracuan sehingga tidak menimbulkan kecemburuan, karena masalahnya yang mengurus atlit di lapangan secara teknis oleh pelatih, sehingga para atlit bisa berprestasi mencetak medali. “Mana ada atlit mendapatkan sendiri medali tanpa diolah oleh pelatih, oleh system kepelatihan yang jelas, oleh metode pelatihan yang jelas, program latihan yang jelas. Itu semua sesuai dengan koridor keilmuan keolahragaan, yang mengacu pada pakar-pakar keolahragaan, banyak sekali referensi-referensinya itu”, pungkasnya.
Melatih atlit tidak semudah itu ujar dia, dibutuhkan buku teori-teori tentang keolahragaan, lalu kemudian dikonfrontir di lapangan.
Dan praktik itu sudah dibuktikannya dari PON ke PON, yang mana Nusa Tenggara Barat cabor Boxer selalu menyumbangkan medali emas. “Jadi tidak gampang. Sama ketika orang menjadi narasumber pasti belajar dulu sebelum presentasi. Sama dengan kami pelatih-pelatih, lalu mana harganya kalau diperlakukan seperti ini,” pinta dia.
“Sementara orang-orang ngomong hebat Koni mendapat juara 3 dalam Porprov, orang itu tidak tahu, kami ini disembunyikan, kok kami tidak dimunculkan, nyatanya diapresiasi serendah itu,” kembali simpe kemukakan kekesalannya.
Dia kemudian mengungkap, kalau daerah-daerah yang lain begitu menghargai komitmen itu. Karena kata olah raga ini berasal dari kata sportivitas, jangan hanya mengajarkan orang sportivitas tapi dari pengurus Koni sendiri tidak sportif. “Inikan tidak amanah, ini yang kita jadikan problem, menjadi masalah di olahraga,” ujar dia.
“Olahraga tidak maju-maju kalau manajemennya seperti ini. Kalau ada masalah kita perbaiki tahun depan, kita perbaiki yang akan datang. Itu bodoh, klasik alasan itu. Alasan bodoh itu” kesal dia lagi.
Katanya, semua orang bisa berargumen seperti itu, dan itu pembenaran pada saat itu.
“Jadi kesimpulan saya, ketua Koni banyak sekali memberikan harapan-harapan palsu terhadap kami-kami ini. Jangan berikan harapan palsu pada kami, enak didengar pada saat rapat, tapi pada saat realisasinya keadaan berbalik,”.
Terakhir dia menambahkan, ada cabor lain yang dapat medali perak dan perunggu, dan pelatihnya tetap dapat bonus. Sementara pelatih Boxer untuk bonus atas raihan perak dan perunggu tidak dikasih. Bahkan diulas, ketua Koni pernah menjanjikan bonus untuk juara umum tingkat cabor, tapi faktanya tidak ada.
Ketua Koni menjawab prasangka
Terkait bonus yang masih dipersoalkan, ketua Koni Putra Taufan yang dimintai tanggapannya menjawab bahwa bonus para atlit peraih medali Porprov NTB 2018 dan pelatif sebenarnya itu ranahnya Pemerintah, Koni hanya kepanjangan tangan Pemerintah untuk menyalurkan uang itu ke atlit.
Dia pun mengulang sejarah awalnya, sepulang dari Porprov saat itu, setelah dihitung-hitung medali dan sebagainya, ketua kontingen Dompu H. Ichtiar sempat berpidato kalau jumlah medalinya sekian, kita paling tidak membutuhkan dana 1,5 miliar untuk bonus. Dari pidato H. Ichtiar itu, koni kemudian merancang bonus itu senilai total 1,5 miliar, lalu dalam rinciannya didapatlah angka, yang dapat medali emas bonusnya 15 juta (untuk perorangan), lalu beregu (dua orang) 17 juta, kemudian yang beregu (empat orang) jumlah bonusnya 20 juta rupiah. Lalu bonus untuk pelatih hitungannya berbasis medali, misalnya kalau medalinya 10, bonus medali pertamanya 7 juta, lalu medali kedua 6 juta. Tapi setelah diusulkan ke Pemda, ternyata pengajuan bonus yang disetujui hanya 1 miliar. Dari 1 miliar itu, yang tersisa atas pembagian bonus atlit sekitar 80an juta, kemudian di distribusikan ke semua pelatih Cabor peraih medali.
Jadi, untuk pelatih tidak lagi berbasis medali, namun disesuaikan dengan jumlah medali. Misalnya, panjat tebing yang medalinya 11 emas, pelatihnya dapat bonus 10 juta.
Dalam pembagian bonus berdasarkan SK Bupati, sehingga tidak bisa dibohongi. “Pembagian bonus itu ada SK Bupatinya, tidak bisa dibohongi. Koni ini, 5 rupiah pun tidak ada yang dikurangi karena memamg membayar sesuai dengan SK Bupati. Seharusnya untuk dipertanyakan masalah ini di Bupati karena tanda tangan itu, misalnya sudah ditulis atlit A peraih perak bonusnya 7 juta. Sudah ditulis, dan langsung masuk ke rekening masing-masing atlit peraih medali. Koni membayar sesuai SK Bupati, yang buat SK Bupati,” tegas dia.
Dalam SK itu sudah ada semua nama atlit dan pelatih sesuai dengan uang 1 miliar.
Dirinya pun menilai, kemungkinan pemerintah dengan dibuatkannya SK itu ketakutan Koni banyak akal, mungkin sudah mereka berikan 1 miliar, oleh Koni dikurangi 100.
“Dari angka 1 miliar itu, didapat kurang lebih 80an juta kita distribusikan ke Pelatih sesuai dengan kualitas medali. Misalnya panjang tebing 10 juta, Boxer 7 medali dapat bonus 9 juta, ada juga yang dapat 3 medali yakni silat dapat bonus 7,5 juta”,.
Lalu, dari uang 1 miliar, ternyata PPKAD salah hitung, pokoknya hanya lebih 500 ribu di Koni, akhirnya Koni lebihkan di Silat, walaupun di SK silat dapat 7 juta, biar tidak lebih di Koni akhirnya dilebihkan transfernya menjadi 7,5 juta, sehingga uang tetap menjadi 1 miliar, total semua antara pelatih dan atlit. Walaupun ditotal dari SK Bupati uangnya hanya lebih 500 ribu rupiah. Selain itu, peraih tiga medali emas tetap dapat bonus 7 juta, terus sampai dibawahnya perak dan perunggu.
Putra mengakui, dalam rapat itu memang setelah ada kepastian Koni mendapatkan 1 miliar untuk bonus, dipanggil cabor-cabor peraih medali seminggu sebelum dibagi. Dalam rapat itu dia tidak pernah mengatakan pembagian bonus untuk pelatih berbasis medali dan setengah dari atlit. “Nah, tidak ada yang saya bilang berbasis medali setengah dari atlit. Sebenarnya 6 juta dikasih ke pelatih. Kalau 12 juta atlitnya, maka hanya 6 juta mereka (Pelatih), dan tidak dihitung berbasis medalinya,”.
Eks ketua KNPI itupun membandingkan dengan bonus peraih medali empat tahun lalu. “Kalau dibandingkan dengan 4 tahun lalu, hanya 3 juta bonus peraih medali emas, berapapun didapat, kemudian perak 2 juta. Ini pun syukur pemerinthah kasih lebih dan tidak berbasis medali tapi berbasis kualitas,”.
Kalau dihitung perkeping medali, dari Boxer saja berdasarkan hitungan awal bisa dapat 70an juta. Tapi setelah dipanggil saat itu supaya pelatih memberitahukan ke atlit disuruh sabar dan itu dasarnya mereka dipanggil. Kemudian, bahwa untuk pelatihnya dapat setengah, setengah maksudnya setengah dari kalau emasnya 12 juta, berarti 6 juta pelatih, tapi syukurnya ada lebihnya setelah utak atik angka nominal.
“Kalau menurut saya waktu penyampaian itu, setengah dari nilai emas atlit, tidak dikalikan dengan medalinya. Tidak dihitung per keping karena saya sudah tahu uang hanya 1 miliar yang diberikan pemerintah. Bagaimana saya mau bercerita ke mereka per keping sedangkan uangnya hanya sisa 80an juta untuk pelatih setelah pembagian bonus atlit. Kan gila saya kalau cerita, habis saja dengan pak Khair (Ketua Cabor Boxer) sisa uangnya”, terang dia.
Yang pertama 1,5 miliar dirincikan, tapi setelah keputusan Pemerintah 1 miliar, baru diusul ulang, sehingga ada klausul dalam SK itu berdasarkan usulan Koni. Usulan itu nominalnya berkurang untuk bonus atlit, dan langsung masuk ke rekening atlit.
Soal tidak proporsionalnya yang diterima atlit misalnya beregu dengan individu, itulah mau dibilang apa ujar Putra. Koni ini hanya penyalur uang, tidak bisa dibohongi juga karena sudah ada SK nya. Tinggal minta nomor rekening atlit karena pemerintah takut uang itu diapa apakan oleh Koni. “Dan kita transfer semuanya,”.
Kembali dia mengatakan, kalau mau tahu sejarahnya tanyakan juga ke H Ichtiar, pasti taulah sejarahnya kenapa uangnya segitu. Tapi yang pasti pemerintah dan Koni tidak pernah ada janji ke atlit segitu, biasa saja rencana. “Saya pernah bilang saat acara buka puasa, untuk bonus ini kita tutup saja, waktu itu simpe khair tidak datang,”.
“Asal, saya tidak makan uang. Saya bagi menurut uang yang diberikan Pemerintah, saya tawaqal. Dibawa saja saya ke Inspektorat, misalnya uang dari Pemerintah 1 miliar tapi yang saya bagikan hanya 900 juta,”.
Lagi, dia menegaskan dari uang 1 miliar itu, lebihnya hanya 500 ribu, dan waktu itu dia bilang dikasih saja ke Silat yaitu kasih kan sama Ayib, biar pas 1 miliar walaupun tidak masuk dalam SK 7,5 juta itu.
Diacara rapat kerja kemarin itu, seharusnya simpe Khair datang, tapi yang dikirim anak buahnya. Kemarin puasa Koni ada rapat kerja dengan seluruh ketua-ketua cabor, dan ada juga perwakilan dari Kabid Olahraga Dikpora. “Saya tidak bicara waktu itu, karena Koni ini tidak tahu urusan uang, 1 miliar uang yang masuk, 1 miliar juga yang dibagi,”.
“Harusnya simpe Khair tanyakan ke Pemerintah karena bonus ranahnya Pemerintah, Koni hanya numpang lewat saja. Dalam SK itu sudah ditulis nominal uang untuk atlit,” pungkasnya.
Koni siap dengar pendapat dengan Cabor
Terkait permintaan rapat dengar pendapat, Putra menyanggupi untuk mengadakan hal itu. “Kita siap saja untuk dengar pendapat, sebenarnya kita di rapat kerja itu usul saran Cabor. Kalau simpe Khair hadir, itu sebenarnya kita selesaikan. Buktinya dari 25 Cabor, 24 cabor tidak ada yang keberatan. Karena dibandingkan daerah-daerah lain, kita masih bagus, tidak juga rendah bonusnya tidak juga banyak. Kota Mataram yang kaya raya bonus emas untuk atlitnya 5 juta” ucap dia.
Katanya, dalam Porprov tahun kemarin, Kabupaten Dompu mendapatkan 37 emas, 27 perak dan 49 perunggu. Medali-medali tersebut diraih sekitar 20 Cabor. (my).