Mengingat secara tekstual (eksplisit) ketentuan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan mengisyaratkan, bahwa pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di LAPAS dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh BAPAS.
Ketentuan ini mengisyaratkan, bahwa proses menjalani pidana seorang terpidana juga dilakukan di BAPAS selain pembinaan yang dilakukan oleh LAPAS. Ketentuan Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan mengisyaratkan, bahwa pembinaan terhadap “narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat” di BAPAS merupakan satu kesatuan pembinaan yang terintegrasi dalam konteks sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). Oleh karena itu, menjalani pembimbingan di BAPAS dikualifikasi sebagai termasuk menjalani masa pidana.
Sehingga menurut pemikiran ini, lewatnya waktu 5 (lima) tahun menjalani pidana penjara ditafsirkan sebagai lewatnya waktu 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana secara keseluruhan (bebas murni).
Oleh karena itu menjadi dapat dimengerti, jika Pasal 1 angka 21 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor : 1 Tahun 2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, menyatakan, bahwa mantan Terpidana adalah orang yang sudah selesai menjalani pidana, dan tidak ada hubungan secara teknis (pidana) dan administratif dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Artinya sudah bebas murni, sehingga sudah tidak ada hubungan secara teknis dan administratif dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Landasan atau cara berpikir ini juga didasarkan pada interpretasi secara gramatikal dan interpretasi secara sistematis.
Terlepas dari dua pandangan tersebut, maka menurut hemat ahli, ada hal yang lebih penting dan urgen untuk menjadi pertimbangan dalam menafsirkan tentang frase lewatnya waktu 5 (lima) tahun setelah menjalani pidana penjara.
Hal yang paling urgen itu adalah sebagaimana tersurat dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yang merupakan tujuan utama pemasyarakatan.
Ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan secara tegas menyatakan, bahwa sistem pemasyarakatan itu dimaksudkan sebagai sarana untuk membentuk manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.