Oleh
Nukman Ahmad, S.H*
“Diperlukan kesepahaman dan kemauan bersama secara sistematis dan berkelanjutan untuk mengikis stigma negatif birokrasi dengan terus mendorong transformasi perubahan mindset dan cuture set”.
Salah satu organisasi yang sangat besar dan kuat adalah birokrasi, dengan mata rantai komando seperti piramida, semakin kepuncak semakin sedikit orang, sebaliknya semakin kebawah semakin banyak orang.
Secara fungsional, eksistensi birokrasi memiliki kemampuan untuk mempengaruhi baik dan buruknya kesejahteraan publik, karena mulai dari penyusunan sampai dengan implementasi kebijakan publik dilakukan oleh birokrasi.
Untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan dalam melaksanakan dan mengeksekusi kebijakan negara/daerah baik berupa undang-undang maupun peraturan pelaksananya, birokrasi dilengkapi aturan, prosedur dan syarat yang ketat, hal ini menjadikan birokrasi terstigma sebagai organisasi yang kaku, kurang efektif, inefisien, gemuk dan berbelit-belit. Stigma tersebut menyebabkan sebahagian stakeholder memiliki keengganan untuk berhubungan dengan birokrasi. Kondisi ini mengharuskan birokrasi melakukan tranformasi kelembagaan maupun sumber daya manusia.
Kemampuan organisasi dan sumber daya manusia beradaptasi secara dinamis dengan lingkungan internal dan eksternal dalam mengimplementasikan kebijakan menjadi salah satu prasyarat tercapainya tujuan kebijakan publik dan tujuan organisasi. Sehebat apapun sebuah kebijakan, dalam implementasinya selalu terbuka kemungkinan adanya residu yang menyebabkan terhambatnya pencapaian tujuan kebijakan.
Salah satu ihtiar yang dapat dilakukan untuk mewujudkan tata kelola birokrasi yang bersih, akuntabel dan kapabel adalah dengan memperbaiki manajemen birokrat.
Saat ini lembaga birokrasi membutuhkan penyelenggara kebijakan yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu kebijakan yang harus diterapkan adalah kebijakan manajemen ASN dengan sistem merit. Dengan kebijakan tersebut diharapkan akan menghasilkan Aparatur Sipil Negara yang lebih kualifait, kompeten dan berkinerja secara adil, wajar dan imperatif, sehingga keberhasilan pelaksanaan fungsi birokrasi yang mampu melayani masyarakat secara profesional, cepat, mudah dan bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi kenyataan.
Dari sisi profesionalitas, berdasarkan kajian Badan Kepegawaian Negara indeks profesionalitas aparatur sipil negara secara umum tergolong rendah, demikian halnya dengan kondisi profesionalitas ASN lingkungan Pemerintah Kabupaten Dompu masih tergolong rendah yaitu sebesar 61,0.
Kondisi ini lebih rendah dari indeks profesionalitas ASN pemerintah Kabupaten/Kota se- Provinsi NTB yaitu 62,8. Kenyataan sekaligus tantangan ini harus dijadikan momentum untuk memperbaiki kualitas ASN lingkup pemerintah Kabupaten Dompu terutama terkait aspek kompetensi, kualifikasi, kinerja dan disipilin.
Terlepas dari hasil survey diatas, menghadipi tantangan jaman yang semakin kompleks ASN Kabupaten Dompu dalam menjalankan fungsi sebagai implementor dan eksekutor kebijakan negara dan daerah perlu menyusun agenda kinerja yang lebih adaptif dan dinamis dengan lingkungan eksternal.
Dalam menjalankan misinya, ASN tidak lagi hanya terpaku pada keberhasilan pemerintahan saja tetapi harus lebih memperkuat peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa, serta meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui pelayanan publik yang berkualitas.
Beberapa syarat untuk transformasi bagi ASN Kabupaten Dompu; pertama, menghilangkan mentalitas silo yang lebih berorientasi sebatas penyelesaian tugas unit atau jabatan semata. Apabila terdapat unit atau jabatan lain yang mengalami kesulitan dalam penyelesaian tugas ada keengganan untuk membantu.
Budaya silo keengganan untuk saling berbagi informasi dan pengetahun antara unit maupun pejabat menyebabkan alur informasi dan pengetahuan terhambat. Implikasinya penanganan masalah menjadi lambat jika tidak segera ditinggalkan. Dalam pergaulan birokrasi dapat berimplikasi semakin berkembangnya budaya inefektifitas bahkan kegagalan pencapaian tujuan organisasi.
Kedua, menghilangkan stigma birokrasi sebagai organisasi tertutup dengan menyiapkan diri menjadi organisasi yang menerapkan open manajemen dimulai dari penyediaan sarana prasarana baik sotfware maupun hardware sebagai media komunikasi antara birokrasi dengan konsumen atau publik.
Ketiga, memperbaiki kualitas ASN sebagai penyedia dan penyelenggara pelayanan ASN, kemampuan artificial intelegence dengan memanfaatkan big data dan pelayanan terintegrasi agar terwujud pelayanan publik yang lebih adil, impersonal dan imperatif.
Keempat, melakukan perubahan mindset dalam penyusunan program dengan cara redisain program dan kegiatan berskala kecil menjadi lebih fokus dan terarah yang berskala besar dengan cara kerja kolaboratif, integratif dan koordinatif antar unit organisasi.
Dan kelima, melakukan tranformasi sistem kerja ASN tidak hanya terbatas pada penggunaan ruang perkantoran sebagai tempat bekerja akan tetapi bisa dilakukan dimana saja ASN Dompu dapat bekerja. Sistem kerja ini akan efektif apabila diikuti dengan pengembangan aplikasi pelaporan kinerja ASN yang mendukung sistem kerja baru.
Oleh karenanya, diperlukan kesepahaman dan kemauan bersama secara sistematis dan berkelanjutan untuk mengikis stigma negatif birokrasi dengan terus mendorong transformasi perubahan mindset dan cuture set. Transformasi itu sendiri merupakan kerja bersama.
*Kepala Bagian Organisasi dan Tatalaksana Setda Dompu – NTB