Oleh: Asyari Usman*
Lama saya absen menulis. Tapi yang ini sangat menggelitik. Akhirnya ambil lagi keypad. Hehe.
Dhuaaar! Tak sampai 30 jam mengkonfirmasi kepalsuan ijazah bekas Presiden Joko Widodo (Jokowi), mantan rektor UGM Prof Sofian Effendi membuat pernyataan tertulis yang mencabut semua perkataannya terkait ijazah Jokowi dalam obrolan bebas dengan pakar digital firensic, Dr Rismon Sianipar, beberapa hari yang lalu. Tak jelas apakah pernyataan Prof Sofian itu memang dia yang membuatnya atau dibuatkan oleh orang lain.
Kita anggap saja dulu dibuat sendiri oleh Pak Sofian. Dan dari anggapan ini kita lihat apa-apa saja dampak pencabutan komentar Pak Sofian itu.
Pertanyaan pertama: apakah pencabutan komentar ini akan otomatis meniadakan semua penjelasan Pak Sofian tentang ijazah palsu Jokowi? Jawabannya: tidak. Sama sekali tidak.
Mengapa? Pertama, kredibilitas penjelasan Prof Sofian Effendi tentang riwayat kuliah dan ijazah Jokowi itu utuh 100 persen. Tidak terganggu oleh pencabutan tersebut. Publik telah mencernanya dengan santai, sesantai Prof Sofian menguraikannya kepada Rismon.
Prof Sofian bukan orang biasa. Dia mantan rektor UGM. Dan dia telah lebih dulu mengumpulkan informasi dari para guru besar Fakultas Kehutanan UGM tentang riwayat kuliah dan ijazah Jokowi. Prof Sofian juga sempat mengamati dan merekam suasana akar rumput UGM yang menunjukkan bahwa pimpinan kampus melakukan pembohongan.
Jadi, pernyataan pencabutan tidak berdampak negatif terhadap penjelasan Pak Sofian tentang riwayat kuliah dan ijazah UGM Jokowi. Bahkan, pencabutan itu memperkuat kredibilitas penjelasan Pak Sofian bahwa ijazah Jokowi palsu. Dan memperkuat pula keseluruhan argumentasi Dr Rismon, Dr Roy Suryo, Dr Tifauziah Tyassuma, Rizal Fadillah, dan kawan-kawan, yang konsisten mengatakan bahwa, berdasarkan berbagai data dan penelitian, ijazah UGM Jokowi palsu.
Kedua, pihak yang meminta Prof Sofian membuat pernyataan itu sesungguhnya terjebak, atau mungkin juga dijebak, oleh obrolan yang direkam Rismon. Dengan keluarnya surat pencabutan tersebut, publik menjadi lebih paham bahwa pihak Jokowi sangat cemas kalau ada orang UGM selevel Pak Sofian ikut berkomentar sumbang. Dalam hal ini, Dr Rismon mampu mempermainkan pihak Jokowi agar kelihatan semakin panik. Dan memperkuat persepsi bahwa Jokowi akan melakukan segala cara untuk kepentingan dirinya.
Ketiga, sekarang ini beban moral Jokowi semakin berat akibat komentar Prof Sofian yang dicabut itu. Ini kalau Jokowi paham. Kalau dia tidak mengerti atau tidak mau tahu, bisa saja Jokowi merasa “menang” setelah Prof Sofian membuat surat pernyataan yang disertai permintaan maaf itu.







