Mengapa para pejabat tinggi pemerintah cenderung menjabarkan netralitas itu menjadi “kalian diam saja, tidak usah ikut-ikutan”? Padahal, jutaan ASN itu adalah orang-orang yang paham proses politik. Mereka mengerti liku-liku negatif dalam politik. Mereka bisa memberikan pencerahan.
Mereka pun bisa ikut mencegah agar calon-calon pejabat publik yang bermasalah, tidak terpilih. Para ASN biasanya punya akses informasi yang bagus.
ASN tidak ikut politik praktis, setuju. Tidak ikut tim sukses, memang harus. Tetapi, ASN bisa membantu negara ini agar tidak diisi oleh calon-calon pejabat publik yang bermental kotor. Pencerahan kepada publik bisa mereka lakukan tanpa harus menunjukkan keberpihakan.
Khawatir akan menjadi ajang fitnah? Iya, ini memang harus dijaga. Tapi kita percaya para ASN yang berintelektualitas tinggi itu bisa melatih diri untuk tidak terjerumus ke polemik yang berbau hoaks maupun fitnah.
Seorang teman ASN yang bermukim di Aceh Timur menduga ASN dikurung dalam sel netralitas untuk mencegah kegaduhan. Ini cara berpikir usang. Jutaan ASN yang berada di birokrasi hari ini bukanlah orang-orang yang mudah dihasut. Kata “kegaduhan” itu adalah sisa-sisa otoritarianisme masa lalu. Sayangnya, rezim otoriter hari ini masih berlangganan dengan sisten lama itu.
Jadi, sudah saatnya kita berikan kebebasan kepada ASN untuk berekspresi. Tinggalkan pengarahan model “menggiring ternak”. Cukup diberi pengertian agar ASN berperan positif untuk perbaikan Indonesia.
Biarkan mereka ikut bermedia sosial asalkan bukan untuk kepentingan sempit apalagi untuk menimbulkan keonaran. Para ASN cendekiawan pasti paham itu.
*Jurnalis Senior Freedom News






