Dompu [EDITOR I News] – Dugaan adanya tenaga non ASN bodong yang lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, jadi masalah. Bahkan saat ini menimbulkan ketegangan antara Pemkab Dompu dengan legislatif.
Perdebatan mencuat setelah Ketua DPRD Dompu, Muttakun, melakukan inspeksi mendadak (sidak) untuk menelusuri laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran dalam proses rekrutmen PPPK Paruh Waktu.
Sidak DPRD itu kemudian mendapat tanggapan serius dari pelaksana Inspektur Inspektorat Kabupaten Dompu, Nukman Ahmad, dalam ruang diskusi terbatas di grup WhatsApp Lakeynews. Dalam diskusi tersebut, Nukman menantang Ketua DPRD untuk menggunakan kewenangan kelembagaan secara konstitusional.
“Kalau Pak Ketua DPRD berani menanggapi persoalan ini, dorong DPRD secara kelembagaan untuk memfungsikan alat kelengkapan dewan melalui hak-hak konstitusionalnya — baik hak angket, hak interpelasi, maupun hak menyatakan pendapat,” ujar Nukman, seperti dikutip dari WAG Lakeynews, Senin (06/10/2025).
Ia menjelaskan, hak angket merupakan hak untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan yang berdampak luas pada masyarakat dan diduga melanggar peraturan perundang-undangan, sementara hak interpelasi digunakan untuk meminta penjelasan pemerintah terhadap suatu kebijakan.
Justru statemen Nukman tersebut mendapat reaksi keras dari Ketua DPRD Dompu, Muttakun, yang mempertanyakan kinerja Inspektorat dan BKD-PSDM dalam menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan ASN siluman.
“Kenapa justru DPRD yang ditantang? Inspektorat harusnya menjalankan tugas dan fungsinya. Apa peran Inspektorat ketika menerima pengaduan masyarakat yang juga ditujukan ke BKD?” tegas Muttakun dalam diskusi yang sama.
Karena menurut Muttakun, DPRD melakukan sidak sebagai bagian dari fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan seleksi PPPK Paruh Waktu.
Dia mengungkapkan, dari hasil sidak di tiga lokasi, sudah ditemukan indikasi ketidakwajaran dalam proses usulan PPPK di sejumlah OPD dan unit kerja.
“Inspektorat seharusnya introspeksi diri. Setelah menerima laporan, kenapa tidak ada tindak lanjut yang jelas? Bahkan kesannya hanya melempar tanggung jawab ke BKD,” sentilnya.
Muttakun juga menyinggung hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang pernah digelar DPRD bersama Inspektorat dan BKD pada seleksi PPPK Tahap II tahun 2024. Saat itu, Panitia Khusus (Pansus) tidak sempat dibentuk karena keterbatasan waktu.
Namun, hasil RDP telah menetapkan bahwa laporan masyarakat diserahkan ke Inspektorat untuk ditindaklanjuti.







